“Semoga apa yang telah diperjuangkan tidak menebalkan kehendakmu untuk mendapatkan hasil sesuai keinginan. Semoga yang telah diperjuangkan tidak lantas membuatmu mendongak ke atas. Seolah-olah apa pun yang didapatkan adalah hasil kerja kerasmu sendiri. Padahal tidak. Ada doa-doa orang yang berjuang di belakangmu, tak terlihat, tetapi mengamatimu, merekam prosesmu sambil merapal doa” ~dnh
______________
Sore itu, aku membaca buku sambil melihat keriuhan anak-anak di lapangan. Mereka saling berteriak saat proses pertandingan. Ada yang jatuh, terpeleset, terkilir kakinya, tapi tetap bertahan karena ia berjuang dalam tim. Ada yang begitu semangat, tertawa, menyemangati satu sama lain. Sementara, di saung dekat lapangan, ada yang terus berkomentar guna mencairkan suasana pertandingan.
Aku terdiam. Jadi mengingat perjuangan-perjuangan dalam proses hidup. Perjuangan itu penting dan bermakna untuk membangun daya tahan. Meski terkadang, perjuangan itu justru menjadikan kita jauh dari-Nya ketika menang. Merasa bisa di posisi itu karena usaha keras diri sendiri. Sehingga ketika kalah, itu dianggap tidak adil. Sebab, menurut logikanya, orang yang berjuang keras wajib mendapatkan hasil setimpal. Muncul perhitungan matematika dan ketinggian hati yang entah sejak kapan tumbuh.
Kok rasa-rasanya kita semakin kehilangan makna atas perjuangan yang harusnya membuat kita semakin menemukan bahwa tak ada yang patut terjadi atas izin-Nya. Kok rasa-rasanya kita sering kehilangan makna atas proses kita. Bahwa, sejatinya kita tak pernah berjuang sendirian. Ada urun doa, kehadiran, dukungan, dan sederetan perjuangan orang-orang yang bahkan, mengetahuinya pun tidak. Pun, ada ketetapan Tuhan yang selalu terbaik untuk kita.